SIMPATI - HAKIKAT ISTIGHFAR

 

Ingatkah wahai saudara anak keturunanku bahwa istighfar itu barulah sempurna jika disatukan dari empat hal yaitu syari’at, thoriqat, hakikat hingga makrifat. Bukan duduk pada salah satu tetapi paduan dari keempat hal tersebut. 

Syari’at

-->

Thoriqat

-->

Hakikat

-->

Ma’rifat

1.   Istighfar di kedudukan Syariat

 Istighfar dalam kedudukan syari’at bisa di sebut dengan "Mengucapkan 'Astaghfirullah' di lidah dengan hati yang yakin." Karena dalam ilmu syariat, istighfar memang bermula dari ucapan lisan yang disertai dengan pengakuan hati. Rasulullah bersabda: “Barangsiapa membaca Astaghfirullaha al-‘Azim alladzi la ilaha illa huwa al-Hayyul-Qayyum wa atubu ilaih, niscaya diampuni dosanya walaupun ia lari dari medan perang.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi). Di sini, istighfar adalah amal syariat: dzikir lisan, doa, permohonan ampun yang ditopang keyakinan.

2.   Istighfar di kedudukan Thariqat

Dalam kedudukan thariqat istighafr dapat disebut dengan "Menyesali perbuatan buruk di dalam hati." Dalam jalan thariqat, istighfar bukan sekadar ucapan, tetapi penyesalan hati (nadam) atas dosa. Nabi bersabda: "Penyesalan adalah taubat." (HR. Ibn Majah). Jadi dalam thariqat, istighfar berarti perjalanan batin membersihkan hati dengan menyesali kesalahan dan kembali kepada Allah, bukan hanya lafadz di lisan.

3.   Istighfar di kedudukan Hakikat

Dalam kedudukan hakikat istigfar itu adalah "Menyadari bahwa apa pun yang berlaku pada diri dan di luar diri adalah kelakuan Tuhan sebenar hakikinya." Tetapi perlu diluruskan bahwa  dalam ilmu hakikat, memang benar bahwa semua kejadian berasal dari Qudrah dan Iradah Allah. Namun, kesadaran ini tidak boleh menjadikan manusia menafikan tanggungjawab atau syari’at zahir Nabi. Hakikat istighfar di sini adalah menyaksikan (musyahadah) bahwa setiap gerakan dan diam terjadi dengan izin Allah, tetapi tetap menegaskan bahwa hamba harus bertaubat atas nisbah perbuatannya. Imam al-Junaid berkata: "Hakikat taubat adalah engkau kembali dari segala sesuatu kepada Allah." Jadi, dapat dipahami bahwa dalam kerangka tauhid af‘al (segala perbuatan makhluk pada hakikatnya dalam genggaman Allah), namun tetap harus dipadukan dengan kesadaran syariat bahwa dosa itu nyata dan wajib ditobati.

4.   Istighfar di kedudukan Ma‘rifat

Istighfar dalam kedudukan ma’rifat itu adalah "La hawla wa la quwwata illa billah." Kalimat ini disebut kanzun min kunuzil-jannah (salah satu harta simpanan surga) dalam hadis riwayat Bukhari-Muslim. Dalam maqam ma‘rifat, seorang arif menyadari sepenuhnya bahwa tidak ada daya menolak dosa dan tidak ada kekuatan melakukan taat kecuali dengan pertolongan Allah. Maka, istighfar di maqam ma‘rifat bukan hanya permintaan ampun, tetapi juga pengakuan kelemahan total diri di hadapan qudrah Allah.

Kesimpulan

1.   Syariat: istighfar adalah ucapan lisan dengan hati yang yakin.

2.   Thariqat: istighfar adalah penyesalan batin atas dosa.

3.   Hakikat: istighfar adalah musyahadah bahwa semua terjadi dengan qudrah Allah, namun tetap tidak menafikan tanggung jawab hamba.

4.   Ma‘rifat: istighfar adalah kesadaran penuh bahwa tiada daya dan upaya kecuali dengan Allah.

by. Tim MIR

Posting Komentar

0 Komentar